“Can you forget that?
Can you forget that?”
kata-kata itulah yang selalu kuucapkan belakangan ini. Aku coba meyakinkan
diriku untuk bisa melupakan suatu hal. Suatu hal yang kalau bisa hilang
selama-lamanya dari memori ingatanku, aku berharap aku tidak pernah ingat
pernah mengenal orang itu.
Aku
mengenalnya baru beberapa bulan ini, saat itu di malam hari kuperiksa mention di twitter ku seperti biasa. Namun ada sesuatu yang tak biasa muncul
dalam jendela mention ku saat itu.
Ada satu akun yang tak ku kenal menyapa dalam twitter dan ia berkata “Hai.”
Penasaran
dengan akun bernama @Ramzannn10, aku click
akun tersebut dan mendapati akun dengan gambar yang rasanya tak asing lagi.
Foto dalam akunnya itu sepertinya salah satu orang yang kukenal di sekolah.
Ku
coba mengingat, dan akhirnya aku mengingat ternyata dia adalah kakak kelasku di
sekolah bernama Ramzan kelas 3 IPA 1.
Karena
dia ternyata adalah orang yang satu sekolah denganku, tak ragu ku balas balik mention-nya dengan berkata “Hai juga J”
***
Ramzan
tak terlalu populer di sekolah, aku hanya mengetahuin kalau dia adalah bagian
dari tim futsal di sekolah. Beberapa kali aku sering berjumpa dengannya, namun
karena kami tak begitu akrab kami pun tak pernah menyapa, jangankan menyapa
melirik satu sama lain pun kami tak pernah.
Dia
adalah kakak kelasku di sekolah, aku kelas 2 IPA 1 dan Ramzan di kelas 3 IPA 1.
Sempat juga beberapa kali kelasku dan kelasnya satu lab ketika ada ujian
praktek. Dia memiliki wajah yang cukup tampan menurutku, dengan sedikit kumis
tipis dan bertubuh tinggi kupikir pasti tak sedikit perempuan yang suka
padanya.
Namun
pengetahuanku terhadap Ramzan hanya sebatas itu saja tak lebih, aku hanya
menganggapnya sebagai kakak kelas dan mungkin Ramzan juga menganggapku hanya
sebagai adik kelasnya saja.
Kuputuskan
untuk mengakhiri twitteranku malam
itu, mengingat hari ini sudah lebih dari pukul 12.00 malam dan kuputuskan untuk
tidur.
***
Keesokan
paginya ternyata aku bangun kesiangan, alhasil aku terlambat menuju sekolah.
Sesampainya di sekolah aku mendapat teguran dari guru dan memerintahkanku
berdiri di luar kelas sampai jam pelajaran pertama usai. Namun, hal ini sudah
biasa karena hobiku twitteran ku yang
sudah akut menyebabkanku sering begadang dan bangun kesiangan.. fiuhh
Saat
sedang berdiri diluar, tiba-tiba ponselku bergetar tanda sms masuk. Aku memang
tipikal orang yang tidak bisa jauh dari ponsel, setiap saat ponselku kutaruh di
kantung seragam agar tak lupa. Seperti saat ini walaupun sedang dihukum, tak
lupa kuharus menyertakan ponselku bersamaku, kalau tidak rasanya seperti
kehilangan setengah dari nyawaku.
Kulihat
tanda di layar ada satu pesan masuk, namun pesan dari nomor yang tak ku kenal. Dalam
hati ku bertanya, Siapa ini?
Tanpa
pikir panjang, dengan cepat kubuka sms itu lalu mendapati isi pesan, “Nila
Konita J”
“Hah?
Ini kan namaku?” tanya ku keheranan. Lalu kubalas sms itu dengan cepat dan
tanggap, “Ini siapa?”
Lalu
tak lama kemudian ponselku bergetar lagi, namun bukan balasan sms yang kudapat,
tetapi panggilan masuk dari nomor yang sama dengan yang di sms.
Aku
pun bingung harus mengangkatnya atau tidak, tapi karena penasaran aku pun
mengangkatnya dan segera memasangkan earphone
di telinga.
“Halo?”
“Nila?”
“Ya
ini siapa?
“Ramzan.”
Sesaat
ku terdiam Ramzan lagi? Ada apa sebenarnya dia menelponku? Dan darimana dia
tahu nomor ponselku?
“Halo?”
terdengar suara Ramzan disana.
“Oh
ya! Ada apa?
“Ini
Nila 2 IPA 1 kan?”
“Iya.
Ini Ramzan kelas tiga kan?”
“Iya,
kamu tau?”
“Iya
dong. Btw ada apa?”
“Gak
apa-apa pengen ngobrol aja. Gak ganggu kan?”
“Umm
engga sii, tau darimana nomor ponselku?” tanyaku penasaran.
“Kan
waktu itu pernah smsan la..”
“Hah?
Kapan?”
Tak
terasa obrolan kami pun terus berlanjut, hingga tak sadar jam pertama pun telah
usai. Aku pun berbicara dengan Ramzan tentang berbagai hal. Menurutku dia teman
mengobrol yang baik.
***
Dan
besoknya tiap pukul tujuh malam Ramzan rajin menelponku, itu membuatku akrab
dengannya. Dari ngobrol hal penting hingga ke yang tidak penting. Ramzan
komunikator sekaligus komunikan yang baik, ia selalu memberi nasihat padaku. Ia
pun sering mengatakan ternyata selama ini ia selalu memperhatikanku, katanya
aku jika di sekolah terlihat jutek dan tidak bersahabat, tetapi setelah
mengobrol denganku anggapannya pun berubah, ia bilang aku teman bicara yang
baik hingga ia tak ragu menceritakan semua hal padaku.
Saat
di sekolah pun ia sering menyapaku, aku pun balik menyapanya walaupun tak
terlalu sering kini kami jadi sering mengenal hingga suatu hari rasa itu pun
muncul.
Awalnya
kupikir perasaan ini hanya perasaan selewat saja, namun lama kelamaan perasaan
ini tak bisa kubendung ternyata Ramzan telah berhasil mencuri perhatian dan
perasaanku untuk jatuh hati padanya. Sesaat hati ini serasa terbang melayang,
namun sesaat hati ini pun ragu.
Ragu
dan takut itulah setiap kali aku merasa jatuh hati padanya. Ya, ku akui aku
memang sangat menyukainya, tetapi sesaat perasaan ragu itu muncul karena
kupikir ia tak mungkin memiliki perasaan yang sama denganku apalagi kita berdua
jarang sekali jalan bersama.
Tak
pernah sekalipun kudengar ia mengajak ku untuk jalan bersama ke sesuatu tempat
atau hanya sekedar makan bersama di kantin.
Di
sekolah dan di telepon kami memang saling mengobrol tapi itu hanyalah obrolan
ya bisa dibilang obrolan biasa. Tak kulihat di wajahnya bahwa ia pun
menyukainya. Aku takut. Takut ia tak memiliki perasaan yang sama denganku.
Apa
bisa dia menyukaiku seperti aku menyukainya? Apa mungkin kita menjalin hubungan
seperti layaknya sepasang kekasih? Bisa saja ia sudah punya pacar?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang selalu muncul di benakku tiap kali aku
berpapasan dengan Ramzan di sekolah. Rasa ragu ini pun kian bertambah mengingat
bahwa ia sebentar lagi akan lulus dari sekolah yang sama denganku.
Di
tengah kekhawatiranku, tiba-tiba Ramzan tak pernah menelponku lagi dan tak
pernah sms. Di sekolah pun aku jarang melihatnya, di tim futsal pun aku jarang
melihat ia bermain bersama teman-temannya. Kemana dia? Kenapa tiba-tiba dia
menghilang? Apa sesuatu terjadi padanya? Lagi-lagi pertanyaan-pertanyaan aneh
mulai berseliweran dalam kepalaku.
Ku
coba berpikir positif, kemungkinan ia sedang sibuk untuk mempersiapkan diri
menghadapi UN mengingat satu bulan lagi UN akan dilaksanakan. Atau mungkin ia
sedang pergi ke suatu tempat? Kuharap apapun yang sedag dilakukannya sekarang
semoga ia baik-baik saja.
Menjelang
UN aku sama sekali tak melihat kehadiran Ramzan. Sama sekali! aku coba sms ke
ponselnya namun tak ada jawaban, ku coba telepon tak pernah di angkat, ku coba mention dan DM di twitter tak pernah ditanggapi. Kemana orang ini ya tuhan? Aku pun
mulai panik.
Tak
ada! Tak ada kabar sama sekali! Kuputuskan untuk mulai melupakannya walaupun
tak mudah. Tapi aku mencoba. Dalam pikiranku aku selalu mengatakan, “Can you forget that? Yes I can!”
kata-kata itulah yang selalu kuucapkan tiap kali aku mengingat Ramzan. Kenapa
dia begitu tega? Hati ini pun merasa sakit.
***
Akhirnya
bulan kelulusan pun tiba, semua kelas tiga di sekolahku menghadapi UN dengan
baik dan kabar baik pun meghampiri, semua kelas tiga tak ada yang tak lulus.
Semua kakak kelasku bersorak gembira karena tak ada seorang pun di antara
mereka yang tak lulus. Aku pun bersyukur mendengar kabar tersebut, kulihat
papan pengumuman peserta ujian semuanya dinyatakan lulus. Termasuk Ramzan.
***
Aku
pun mendapat kehormatan sebagai panitia pelaksana acara kelulusan kelas tiga
tahun ini. Bersama teman sekelasku yang lain kami semua rela pulang malam demi mempersiapkan
kesuksesan acara pelepasan kelas tiga, aku sebagai panitia bagian acara
berusaha sebaik mungkin agar acara ini dapat berkesan.
***
Akhirnya
acara yang dinanti-nanti pun tiba, acara pelepasan kelulusan pun dimulai.
Banyak orang yang datang, semua orang tua murid berpakaian sangat rapi demi
menyambut putra dan putri mereka yang sudah berhasil lulus ujian dengan
memuaskan.
Kulihat
juga Ramzan akhirnya muncul dalam acara pelepasan tersebut dengan kemeja biru
gelap disertai dengan jas berwarna putih dan celana panjang berwarna putih,
membuatnya begitu cerah di mataku. Aku sangat merindukan sosok itu.
Ramzan
pun ditemani dengan kedua orang tuanya yang ku pikir umurnya sudah lebih dari
35-an. Ibu Ramzan sangat terlihat anggun, wajahnya sangat mirip dengan Ramzan,
sementara ayahnya terlihat begitu berwibawa.
Kucoba
menyapanya namun kuurungkan, aku ragu apakah dia masih mengenalku atau tidak. Yang pasti di acara itu ia sama sekali
tidak melihat ke arahku.
Acara
pelepasan siswa dan siswi ini pun berlangsung selama dua jam dan tanpa
hambatan. Aku dan panitia lainnya merasa senang karena kami walaupun hanya
kelas dua, mampu mengerjakan semua ini dengan bantuan beberapa guru yang dengan
baik membantu kami. Sungguh pengalaman yang berharga bagiku dan teman-temanku.
Namun,
walaupun senang tetap saja hatiku merasa ada yang kurang. Pada akhirnya aku tak
bisa mengucapkan kata perpisahan padanya, bahkan untuk mengucapkan “Hai” saja
aku tak sanggup.
Sedih
dan kecewa ini kuharap bisa secepatnya hilang, dan secepatnya pula aku harus
menghilangkan perasaanku terhadap Ramzan.
Ketika
panitia sudah selesai membereskan semua perlengkapan, dan ruangan pun sudah
mulai kosong. Tiba-tiba ada suara hentakan sepasang kaki datang ke arahku.
Aku yang sedang menggulung kabel pun menoleh ke belakang penasaran dengan suara langkah kaki itu. Ku lihat ke belakang nampak seorang bertubuh tinggi dengan celana panjang berwarna putih serta jas berwarna putih sedang membawa setangkai mawar merah.
Sosok
itu ialah Ramzan! Setengah tak percaya, kupejamkan mata sebentar dan kubuka
lagi. Ternyata itu benar Ramzan sedang berdiri di depanku dan menyodorkan
setangkai mawar merah untukku.
Masih
tak percaya dan masih tak mengerti mengapa ia memberikanku setangkai mawar
merah yang harum sekali aromanya.
Lalu
seucap kata yang tak pernah kubayangkan keluar dari mulut Ramzan, “Nila, maukah
kau jadi kekasihku?”
Jantung
ini sekejap berhenti, nafas ini tak lagi menghirup, darah pun berhenti
mengalir, aliran waktu serasa tak berputar, dan pikiranku pun melayang
mendengar kata-kata yang baru saja diucapkan Ramzan. Apa dia bilang? Maukah aku
jadi kekasihnya?
Melihat
senyumnya yang sudah lama kurindukan, tanpa sadar mulut ini berucap, “Tahukah
kau aku sangat merindukanmu!”
0 comments
No Rude Words, Please ^^