Sekarang pun sama, bahkan apabila jam berdenting tanpa arah. Semuanya akan tetap sama. Cukup sampai kapan? Seakan aku telah menggenggam jawaban tapi… aku tak mengenal lagi dirinya yang sama. Tubuh ini semakin lelah disaat ia tetirah. Tak ada yang mengharapkanmu berkeluh kesah hanya saja, aku pun manusia biasa yang terkadang jatuh dan menyerah. Bertahan menjadi kata terakhir dan satu – satunya. Namun ku rasa cukup, ku rasa hilang, ku rasa semu.
Satu pagi, di waktu dedaunan mengembun… deru angin membelai lebih lembut dari biasa. Ia bertanya, sudahkah kau mengenalnya. Aku menjawab aku tidak bisa menerka. Aku tidak ingin menerka. Aku takut menerka. Sesuatu sedang terjadi di relung ini. Ia berbisik bahwa kau akan mati. Dan dia tidak akan pernah mengenal hatimu. Tapi bahkan bukan kematian yang aku takutkan. Aku takut kehilangan kesabaran untuk menunggu.
Mungkin waktunya akan tiba kelak. Kami tersenyum dalam dekapan hati yang risau. Jika memang semua ada jalannya biarlah ia berjalan dalam alurnya. Cinta selalu menjadi rindu yang kunjung datang. Sekalipun ia menyakitkan dan mengabaikan. Aku harus tersadar… bila semua harapan tak terungkapkan memang hilang.
Kemudian, biarkanlah aku di sini. Sampaikan padanya “Berbahagialah… lebih dari itu tersenyumlah”. Bersemangatlah seperti dahulu. Tertawalah bersama mentari dan iringan canda sahabatmu. Merasakan kegelisahan hatimu menyayat nurani ini lebih dalam. Tak perlu engkau meminta.
Aku akan menghela… tersenyum… dan menghilang.
*bukan gue yang bikin gatau deh siapa nemu aja gitu di laptop :D
1 comments
jiahhaha panteeesaan, kok puitis banget :p
BalasHapusNo Rude Words, Please ^^