Pukul enam
kurang lima belas menit aku terbangun dari tidurku yang nyenyak, dari kasurku
yang empuk walaupun kayu penyangganya sudah banyak yang reot, tapi tetap
kasurku adalah tempat ternyaman di dunia. Tidak biasanya aku bangun sepagi ini
di hari keempat bulan puasa. Biasanya, aku selalu bangun pukul delapan dan
sering meninggalkan kewajibanku untuk solat Subuh. Namun hari ini berbeda, aku
merasa badanku lebih segar dan bersemangat. Aku merasa sangat siap hari ini.
Tak ambil
pusing, mumpung masih sempat aku lalu mengambil air wudhu lalu kemudian
melaksanakan solat. Walaupun kupikir ini sudah telat untuk melakukannya. Namun tak
ada salahnya mencoba daripada aku tidak melakukannya sama sekali.
Selesai
solat, seperti biasa aku melakukan tugas rumah tangga yang biasa kulakukan.
Menyapu, mengepel, bersih-bersih sudah biasa kulakukan. Hal ini semata-mata
kulakukan untuk membantu ibuku.
Ibuku mengurus
urusan dapur dan masak-memasak. Karena memang di rumahku ini daridulu sudah
membuka usaha warung masakan. Jadi dari pagi buta ibuku sudah sibuk di dapur
membuat bahan untuk masakan yang akan dijual dari sore hari.
Namun ternyata
ayah tidak masuk kerja, beliau izin karena sudah dua hari ia mengeluh sakit di
dada tepatnya di dada sebelah kiri. Akhirnya ibu memutuskan untuk mengantarkan
ayah ke rumah sakit PMI untuk diperiksa lebih lanjut.
Aku pun
cemas, takut terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi. Masalahnya dada
bagian kiri itu dekat dengan jantung. Aku takut ayah mengalami gangguan di
bagian jantung.
Kini aku
sendirian di rumah. Kakakku yang tertua sudah berangkat bekerja sejak pukul
enam pagi, adikku yang bungsu yang baru masuk SMP berangkat sekitar pukul tujuh
lebih lebih satu menit, lalu ayah dan ibu pergi pukul tujuh lebih tiga puluh
menit. Kini aku benar-benar sendirian.
Aku memang
belum mempunyai rencana apapun sampai jam dua belas nanti. Lalu aku memutuskan
setelah menyapu dan mengepel lantai, aku ingin langsung setrika baju.
Karena sendirian,
aku pun memutuskan untuk memutar lagu yang ada di playlist handphoneku dengan volume
terkencang, dan mulai teriak-teriak mengikuti iringan lagu.
Lagu pertama
yang kuputar ialah, CN BLUE – The Way. Aku sengaja memilih lagu itu karena
memang lagunya yang up bit jadi
menambah semangat suasana hari ini. Lalu dilanjut dengan RAN – Jadi Gila. Membuatku
benar-benar gila di rumah sendirian. Rumah serasa milik sendiri.
Aku menikmati
menyetrika baju sambil bernyanyi-nyanyi, dengan begitu semua beban di kepalaku
biasanya langsung menghilang, dan juga tidak terasa kalau aku sedang berpuasa.
Oh indah sekali perasaan seperti ini. Bebas.
Lalu ketika
sedang asyik bernyanyi, kulihat hp-ku bergetar. Itu pertanda ada sms masuk. Kuraih
dengan malas ponsel yang berada di depanku. Lalu kubaca smsnya ternyata dari
Efni, dan isi smsnya sama sekali tidak kuharapkan.
“Kita disuruh ke kantor sebelum jam dua
belas. Pak Roni bilang ada yang mau dibicarakan. Janjain jam setengah sebelas
ya. Ditunggu di tempat biasa J”
Aku sama
sekali tidak berencana ke kantor hari ini. Sama sekali tidak! Demi apapun itu! Aku
sedang malas sekali ke kantor. Rencananya hari ini setelah jam dua belas dan
solat dzuhur, aku inging langsung ke tempat liputan di salah satu mall. Tapi karena
Kepala Biro kantor menyuruhku datang, terpaksalah aku harus datang walau tidak
bersemangat.
Kuhentikan setrikaan
terkahirku di celana berwarna ungu milik mamahku. Kutahu setrikaan baju yang
harus ku setrika masih banyak, tapi apa daya aku harus menghentikannya sekarang
dan melanjutkannya besok.
Aku dan
Efni sudah kurang lebih seminggu magang di kantor berita ini. Baru kali ini Pak
Roni sang kepala Biro diajak rapat oleh beliau. Beliau orang baik, ia selalu
menujukkan senyumnya yang ramah kepada kami berdua, walaupun kami selalu ada
kesalahan dalam menulis berita.
Pak Roni
dengan sabar memberitahu kami cara menulis yang baik. Ya, aku dan Efni barulah
semester dua di salah satu perguruan tinggi swasta jurusan jurnalistik. Wajar
bagi kami melakukan kesalah seperti itu. Kami masih dalam proses belajar.
Ketika diberi
nasihat, aku dan Efni hanya bisa tertawa-tertawa kecil mendengar kesalahan
kami.
Ketika rapat
selesai, aku dan Efni ditugaskan untuk meliput berita mengenai harga kenaikan
kedelai di pasar-pasar,i yang menyebabkan pembuat tempe dan tahu mogok kerja
menuntut agar harga kembali normal.
Dalam benakku,
aku lagi-lagi heran dengan negaraku ini. Negara ini terkenal dengan kekayaan
alamnya. Bahkan sangat kaya dibanding dengan negara lain. Tapi tetap saja
miskin. Bahkan bahan makanan seperti jagung, beras, dan kedelai saja harus
impor dari negara yang jelas-jelas tidak mempunyai banyak persediaan untuk
mengimpor. Tapi, negara sendiri yang jelas-jelas ditanam apapun jadi, malah
kekurangan bahan makanan. Ironi sekali.
Selain ditugaskan
meliput tentang harga kedelai, kami pun ditugaskan untuk meliput khas bulan
puasa. Aku pun mengusulkan acara yang sedang berlangsung di salah satu mall,
yaitu acara Hijabers. Hijabers adalah komunitas pemakai jilbab modern yang
sekrang sedang digandrungi anak muda, khususnya kaum muslim.
Aku dan
Efni keluar kantor sekitar pukul setengah satu, setelah solat dzuhur. Kami memutuskan
untuk meliput daerah pasar terlebih dahulu karena itulah yang paling dekat. Namun
ketika sampai di pasar, Efni lagi-lagi mengeluh kesakitan.
Efni memang
sudah beberapa minggu, mungkin hampir sebulan mengalami sakit di perutnya
sehingga ia sulit untuk berjalan. Jadi ketika sedang meliput pun ia sering
mengeluh kesakitan.
Aku tak
tega melihatnya begitu, kubiarkan ia pulang setelah melihat kondisi pasar dan
mengumpulkan bahan-bahan. Aku pun sendirian di pasar yang ramai dengan hiruk
pikuk orang walaupun sedang puasa, pedagang yang berteriak-teriak menawarkan
dagangannya, pembeli yang sedang bertransaksi dengan pedagang petasan, panas,
gerah, lelah, dan perut keroncongan semua campur aduk dalam diku dan pikiranku.
Tidak mudah ternyata meliput dalam keadaan perut kosong.
Cepat-cepat
aku pergi dari pasar yang ramai dengan sisa kekuatan yang ada.
Namun ketika
sampai di mall, aku tidak melihat suatu aktifitas dari acara apapun. Padahal di
brosur jelas tertulis hari ini acara hijabers dimulai. Karena aku lelah dan
kepanasan karena memang hari ini panas sekali. Kuputuskan untuk bersantai
sejenak di toko buku langgananku sambil menunggu mungkin acara hijabers itu
sebentar lagi akan dimulai. Sudah lama sekali aku tidak membaca komik Jepang.
Setelah beberapa
jam puas membaca komik, aku pun keluar dari toko itu. Kudapati tidak ada acara
apapun disitu. Apa mungkin aku salah? Ah tidak mungkin! Kuputuskan untuk
bertanya pada resepsionis.
“Mba acara
hijabers itu hari ini kan ya? Dimana ya tempatnya?” tanyaku pada seorang
resepsionis bertubuh tinggi, cantik dengan dandanan sedikit menor.
“Iya mba
benar. Mba tinggal naik dua lantai lagi lalu belok kiri,” jawabnya.
Astaga! Ternyata
aku salah tempat! Kupikir kegiatan itu diadakan di lantai bawah. Biasanya memang
disitutapi kenapa tiba-tiba di lantai atas? Aku pun buru-buru ke lantai atas. Terdengar
suara seorang presenter seperti membawakan acara, ternyata benar disitu
tempatnya.
Ketika sampai
di lokasi kejadian. Kutemui banyak wanita-wanita dewasa cantik, dandanan rapi,
jilbab yang berwarna-warni matching
dengan pakaian khas hijabers yang trendi dan modern. Kutahu dari cara mereka,
mereka adalah komunitas Hijabers.
Kulihat sekelilingku
pun sudah banyak wartawan-lebih senior daripadaku-berjejer mengambil foto
wanita-wanita cantik itu, ada beberapa yang sedang memotret aktifitas acara. Semua
sudah tidak asing bagiku.
Aku, entah
kenapa aku hanya berdiri diam termenung hanya melihat keadaan di sekitar
lokasi. Tak ada niat untuk bertanya, atau lebih tepatnya tak ada keberanian
untuk bertanya. Pikiranku sudah mulai tak berfokus untuk meliput apalagi
wawancara orang. Yang ada di pikiranku hanyalah aku dapat berendam di air
dingin sehingga seluruh tubuhku menjadi dingin tak sepanas sekarang.
Krisis percaya
diri menghantui,ketika kulihat lagi sekelilingku banyak teman-teman pers dengan
kamera video dan kartu pers yang tergantung di leher sedang meliput kegiatan
dan mewawancara orang-orang. Aku lagi-lagi hanya diam dan berpikir.
Kenapa ini
terjadi padaku? Kenapa tiba-tiba aku tidak percaya diri? Aku sama seperti
mereka. Wartawan. Walau aku belum kerja di tempat resmi dan mempunyai kartu
pers sendiri, setidaknya aku sedang magang di salah satu kanto berita yang tersohor
seluruh Indonesia. Walau aku tak punya kartu pers, setidaknya aku punya surat
tugas. Aku pun sama seperti mereka mempunyai kamera bahkan mungkin lebih bagus.
Namun kenapa aku sangat tidak percaya diri? Apa karena lelah?
Akhirnya aku
memutuskan pergi saja daripada aku melamun tidak jelas. Aku pulang dengan muka
lesu, berjalan dengan tak bersemangat keluar gedung, tanpa mendapat berita
apapun. Ketika keluar aku hanya mengucapkan satu kata. Panas!
Ketika sampai
di rumah kutemui ayahku sedang marah-marah tidak karuan. Mungkin sedang ada
sesuatu yang membuatnya kesal. Ibuku pun sama. Ah padahal tadi pagi mereka
berangkat bersama baik-baik saja. Sudahlah aku sedang tidak mau memikirkannya. Yang
kuinginkan saat ini ialah TIDUR.
Setelah
tidur kurang lebih selama tiga puluh menit. Kubangun dengan malas, kutemui
ayahku sedang mengubek-ubek isi tasnya, untuk dipakai malam ini pergi tugas ke
Papua. Itulah ayah, walaupun sedang sakit, ia tetap bepergian jauh meskipun
sudah kularang olehku dan ibuku.
Kutawarkan tasku
yang lebih besar agar bisa menampung banyak barang, ia pun setuju. Namun lagi-lagi
ayah marah-marah tidak jelas. Lagi? Pikirku. Oke kali ini aku akan
menenangkannya. Ia minta ditemani ke rumah sakit untuk mengambil obat, aku
temani walaupun aku sudah sangat lemas dan tidak ingin kemana-mana. Ia minta
bereskan baju, aku turuti, ia minta ini itu aku turuti. Ibu juga menyuruhku ini
itu aku turuti walupun aku sedikit menggerutu.
Ayah selalu
marah-marah kalau keinginannya tidak dipenuhi. Aku dan aku lagi yang kena. Biasanya
aku tidak menanngapi, namun karena aku sedang lelah dan pikiranku tidak karuan
aku pun beradu mulut sedikit dengan beliau. Ibu pun sama, menunjukkan ekspresi
marah terhadapku.
Kacau semua!
Aku berharap waktu berbuka cepat datang sehingga aku bisa menenangkan diri
dengan minuman hangat dan makanan. Ya setidaknya aku sangat butuh makanan
karena semua kekacauan yang kualami hari ini. Tidak dapat berita saja sudah
buruk, ditambah kedua orang tua yang menjadikanku pelampiasan. Sungguh mengerikan!
Waktu yang
diharapkan tiba, aku bergegas meneguk minuman tanpa menghiraukan kesibukan
kedua orang tuaku yang masih berkutat dengan peralatan ayah untuk dibawa ke
Papua malam ini.
Seusai buka,
ayah dan ibu pergi lagi mengantarkan ayah ke terminal bus. Lalu aku sendirian
lagi, entah kemana adikku pergi begitu saja setelah makan selembar roti. Sementara
kakakku belum pulang.
Sejam kemudian
ibu pulang. Sudah kuduga dari raut wajahnya ia lelah sekali. Aku tidak mau
menggangunya ketika ia sedang begitu. Aku hanya diam di kamar sambil mengetik
artikel tentang kenaikan harga kedelai di depan laptopku. Setidaknya aku
mempunyai satu artikel untuk dikirimkan hari ini.
Tak berapa
lama kemudian terdengar teriakan ke arahku. Itu adalah suara ibu yang
menyuruhku untuk menyalakan lampu kamar atas. Kupikir kali ini aku akan jadi
pelampiasannya lagi.
Terus dan
terus ia mengomel padaku, omelannya tambah keras setelah adikku baru saja
pulang dari luar dan mengetahui adikku ternyata belum makan omelannya makin
menjadi.
Ku merasakan
sesak, dan tak berdaya. Ingin bercerita kepada seseorang. Tapi tidak ke
pacarku. Entahlah aku masih merasa belum nyaman bercerita dengannya. Mungkin karena
sifatnya yang masih kaku. Bukan membuat perasaanku membaik malah sebaliknya, namun
kutahu akan lebih membaik seiring berjalannya waktu. Hanya tinggal menunggu
waktu.
Ketika saat
depresi seperti ini, aku selalu teringat sahabat-sahabatku waktu masa sekolah
dulu. Masa-masa putih abu. Mereka lebih mengerti aku dibanding siapapun. Mereka
sudah tahu tentang aku, jadi ketika aku sedang dalam masalah aku selalu
bercerita kepada salah seorang di antara mereka. Mungkin ini karena kita sudah lama bersama-sama. Jadi tahu
sifat masing-masing.
Lalu aku
bercerita kepada salah satu temanku Doni. Kubilang padanya hari ini sangat
berat. Aku merasa buruk, dan ternyata Doni pun mengalami hal yang sama. Doni
selalu bisa saja membuatku tersenyum kembali. Aku pun berusaha membuatnya
tersenyum. Itulah sahabat yang saling berbagi dan membahagiakan. Bukan pacar,
teman, atau keluarga, sahabatlah yang paling mengerti.
Sahabat
memang yang terbaik, asal saling menjaga kepercayaan semuanya pasti menjadi
lebih menyenangkan. Sahabat bisa menjadi saudara bisa juga menjadi musuh
terbesar. Namun ketika kita melakukan yang baik yakinlah pasti kita akan menuai
yang baik pula.
Sahabat
tanpamu ku tak berarti. Sahabat selalu lah ada disaat ku butuh maupun di saat
ku duka. Sahabat tiada yang bisa menggantikanmu. Jadilah sahabat selamanya :)
0 comments
No Rude Words, Please ^^