Entah kenapa setiap melihat
martabak aku selalu teringat orang itu. Orang itu yang sudah sekian tahun lama
tak berjumpa, orang itu yang sudah sekian tahun jarang menyapa, orang itu yang
sudah sekian lama membuat hati ini terkoyak setiap kali mengingatnya.
Orang itu adalah Riza. Aku
mengenalnya saat masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Saat itu ialah
kakak kelas yang berbeda dua tahun dariku. Awalnya sih biasa saja, hubungan
kami hanya berupa senior dan juniornya. Aku bahkan tidak mengenalnya sama
sekali ketika di sekolah. Aku mengenal Riza hanya dari temanku yang juga
merupakan kakak kelasku. Sudah begitu, aku mengenalnya hanya selewat saja.
` ***
Setahun kemudian pun Riza lulus
dari sekolah kami, tanpa kenal, tanpa pamit, tanpa tegur sapa antara senior dan
junior, aku pun hanya menganggap kelulusannya biasa saja. Hanya teman-teman dan
orang tuanya saja yang memberinya selamat kelulusan, sementara aku mengucapkan
selamat kepada temanku yang sekelas dengannya.
Tak lama berselang, Riza pun
ternyata bekerja di kantor yang didirikan oleh sekolahku. Setahuku Ia bekerja
sebagai programmer, banyak yang bilang Riza sangat pandai dalam hal pemrograman
komputer. Aku pun mengakui kemampuannya itu, dan sepertinya ia orang yang cukup
pintar.
Kehidupanku di sekolah pun terus
berlanjut, aku naik ke kelas dua dan mempunyai adik kelas yang baru. aku terus
meningkatkan prestasi belajarku hingga selalu menjadi juara kelas dan masuk ke
dalam tiga besar. Meski begitu, aku bukanlah orang yang sempurna. Sebagai
seorang murid sekolah yang pernah merasakan apa yang namanya “cinta monyet”,
kehidupan percintaanku tidak semulus prestasi belajarku. Aku sudah mengalami
beberapa kali putus hubungan dengan beberapa lelaki di sekolahku. Aku pun tak
tahu mengapa, mungkin karena aku belum terlalu mengerti dengan apa yang namanya
cinta sejati seperti yang selalu digembor-gemborkan di FTV yang selalu aku
tonton setiap minggu saat itu.
Di dalam FTV yang aku tonton
selalu tiap minggu itu, selalu saja akhir cinta menjadi begitu menyenangkan dan
seolah-olah dunia hanya milik berdua. Ketika digambarkan perempuan yang sangat
miskin bertemu pangeran dari keluarga orang kaya dan seorang bussinessman, kemudian dari pertemuan
yang tak disengaja itu pada akhirnya mereka menjalin kasih dan akhirnya hidup
bahagia selamanya. Padahal aku tahu kenyataan hidup tidaklah semudah itu
apalagi soal percintaan, aku pikir tidak akan selalu mulus pada prosesnya.
Mungkin sampai ceritaku disini
kalian bertanya-tanya apa hubungannya Riza dengan ceritaku? Toh aku mengenalnya
hanya selewat saja, tidak ada hubungan yang spesial antara aku dan dia. Aku
bahkan tidak berteman dengannya. Lalu apa hubungan Riza dengan martabak?
Baik, kali ini aku akan mulai
mengenai ceritaku dengannya. Setelah dia lulus dan kemudian aku beranjak ke
kelas dua, sekolahku yang notabene merupakan sekolah menengah kejuruan
mengadakan kegiatan rutin yang diadakan tiap tahunnya yakni praktek kerja
lapangan dimana setiap siswa yang terdiri dari kelompok tiga hingga empat orang
melakukan tugas praktek kejuruan di sebuah perusahaan.
Aku bersama ketiga temanku saat
itu praktek kerja lapangan di sebuah perusahaan tempat ayahku bekerja. Sesuai
dengan jurusan yang kami ambil yakni Informasi Teknologi maka praktek kerja
kami tak jauh hubungannya dengan komputer. Karena aku yang dipercaya memimpin,
aku pun mengusulkan untuk membuat sebuah website
untuk perusahaan tersebut. Selama praktek, aku bertugas di bagian pemrograman
website, dua temanku mengurusi tentang basis data dan satu temanku yang
laki-laki berurusan dengan desain web.
Namun, aku tahu kemampuanku masih
dibawah sempurna setelah itu aku pun mengalami kesulitan saat mengerjakan
tugasku. Aku tidak tahu harus bagaimana, ketiga temanku tidak ada yang bisa
ditanyai karena memang itu bukan spesialisasi mereka. Aku bertanya kepada guru
namun aku hanya mendapatkan jalan keluar setengahnya saja, sedangkan aku
bertanya temanku yang lain pun sama saja. Kemudian, temanku ada yang bilang aku
mlebih baik bertanya ke Riza karena mungkin dia tahu jalan keluar dari masalah
yang tidak aku ketahui.
Kemudian temanku itu pun
memberitahu id chat Riza kepadaku. Dengan ragu-ragu dan sedikit malu. Aku pun
memberanikan diri untuk bertanya pada Riza melalui chatting. Aku merasa sangat tidak enak karena aku sama sekali tidak
mengenalnya tetapi sudah berani bertanya. Dalam hati ku berpikir, sepertinya ia
tidak akan membalas pesanku.
Saat itu aku lihat dirinya sedang
offline.. Hmm.. aku memang tidak
berharap banyak, tapi setidaknya aku sudah mencobanya, pikirku.
***
Keesokan harinya, aku kembali
menjalani rutinitasku di tempat aku magang bersama teman-temanku. Seperti biasa
juga aku berada di meja kerja paling kiri, kedua temanku yang sedang
mengerjakan basis data ada di sebelah kananku sedangkan temanku yang bagian
desain berada di sebelah kanan kedua temanku yang sedang mengerjakan basis
data.
Diam-diam aku memeriksa aplikasi
obrolan yang sudah terpasang di komputerku. Aku nyalakan aplikasi tersebut dan
kemudian log-in dengan memasukan
nama dan kata sandiku. Aku berharap ada balasan dari Riza tentang masalah yang
aku hadapi. Dengan harap-harap cemas aku pun menantikan terbukanya aplikasi itu
sambil menunggu tulisan “loading” aku memejamkan mataku dan berkata dalam hati,
“Semoga Riza membalas pesanku.”
Tapi ternyata tak ada satu pun
pesan yang masuk ke dalam aplikasi obrolan itu. Dengan pasrah aku melanjutkan
pekerjaanku yang belum selesai sambil mencari solusinya di internet.
Setelah 30 menit mencari tetap
saja jawaban dari permasalahan yang aku hadapi tidak ketemu, aku berpikir untuk
menyerah saja karena aku benar-benar tidak bisa menyelesaikannya saat itu. Sedangkan
pihak perusahaan minta hasilnya dengan cepat, apa yang harus aku lakukan? Haruskah
aku memohon pada guruku? Tetapi jika begitu pasti akan ada pengurangan nilai
karena pekerjaanku dan timku mendapat bantuan. Lalu aku harus bagaimana?
Tak lama kemudian ketika kepalaku
mulai terasa pusing dan rasanya sampai ingin menangis, ku dengar ada bunyi “PING” berasal dari arah laptopku. Kemudian,
ku lihat layar monitor ternyata ada pesan dari Riza! Sungguh melegakan sekali.
lalu kulihat isi pesannya sungguh melegakan. Ternyata ia memang benar-benar
tahu jawaban dari masalah pemograman yang aku tidak ketahui. Puji tuhan, aku
sangat senang sekali saat itu.
Beberapa hari setelahnya aku dan
Riza selalu mengobrol melalui dunia maya. Obrolan aku dan dia hanya sebatas
obrolan pelajaran saja, aku bertanya dia menjawab tak pernah Ia yang bertanya
padaku. Sesekali kami membicarakan hal-hal lucu dan sesekali Ia selalu memberi
nasihat padaku. Aku pikir Riza ini orang yang baik juga/ Walaupun kami tidak
saling mengenal, aku memiliki panggilan tersendiri untuknya. “Icha” begitulah
aku memanggilnya, dan Ia pun menyukai panggilan tersebut.
***
Setahun berlalu, aku sudah
beranjak naik ke kelas tiga dan Riza masih tetap bekerja di perusahaannya yang
lama. Hubungan yang intens membuat kami menjadi sahabat dekat. Aku sering
menemuinya di kantor jika mengalami kesulitan dalam pelajaran, karena kantornya
sangat dekat dengan sekolahku, aku hanya perlu berjalan kaki sampai ke ruangan
kerjanya.
Orang-orang di kantor Riza sudah
banyak yang aku kenal, aku tidak perlu canggung lagi jika memasuki ruangan
tempat Riza berada. Aku bisa bebas keluar-masuk asalkan tidak mengganggu
pekerjaan mereka. Satu yang paling kuingat adalah Riza tidak suka jika aku
datang menemuinya bersama teman, karena menurutnya tindakan itu tidaklah
mencerminkan seorang yang mandiri. Aku minta diantar teman karena memang aku
merasa takut dan malu ketika harus datang ke ruangan Riza sendirian. Awalnya aku
bingung apa maksud Riza, namun ia berkata seperti ini, “Kalau semuanya dilakuin
berdua, kapan bisa mandiri? Gimana nanti kalau kerja apa harus berdua juga?”
Dari perkataannya itulah aku mulai mengubah kebiasaanku dan memberanikan diriku
untuk melakukan semuanya sendiri.
***
Tak terasa hari kelulusanku pun
tiba, itu artinya aku memulai dunia yang baru dengan lingkungan yang baru. Saat
aku lulus yang ada di pikiranku hanyalah bekerja tak terpikir untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang strata satu. Bukannya meremehkan anak kuliahan, tetapi
yang ada di benakku saat itu hanyalah aku ingin bekerja untuk membantu orangtuaku,
itu saja tidak lebih.
Lalu aku berpikir jika aku lulus
dan jauh dari sekolah, aku juga akan jauh dari Riza. Entah kapan aku bisa
bertemu lagi dan entah aku akan bekerja dimana. Kemudian dia mengatakan, tenang
saja semua akan baik-baik saja. Kata-kata Riza, walaupun sedikit tetapi
terdengar begitu menyejukan di telingaku.
Kabar gembira lalu datang
menghampiriku, perusahaan tempat Riza bekerja ingin merekrutku sebagai karyawan
mereka. Aku dengar sih mereka melihat potensiku sebagai programmer sama seperti
Riza. Wah! Kebetulan sekali berarti aku akan bisa bertemu Riza setiap hari di
tempat kerja, perasaan bergemuruh pun menghampiri jiwa dan ragu ini saat itu.
Namun ternyata aku salah, ketika
aku dipanggil untuk menjadi karyawan perusahaan itu ternyata adalah untuk
menggantikan posisi Riza di perusahaan. Riza memutuskan untuk berhenti dari
pekerjaannya karena Ia memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Hati yang
bergemuruh seketika runtuh.
“Apakah aku bisa menggantikan
posisi kamu?” tanyaku.
“Bisa kok, kerjanya gak susah kok
hehe,” jawabnya.
Tetap saja walaupun Riza bilang
aku bisa menggantikan posisinya di perusahaan, kemampuanku masih jauh di
bawahnya. Riza itu bisa dibilang sangat jenius untuk hal-hal seperti itu,
sedangkan aku? Aku hanya anak yang baru lulus kemarin sore!
***
Riza kemudian berkuliah di salah
satu perguruan tinggi swasta mengambil jurusan yang sama dengan waktu sekolah
dulu, sepertinya Ia sangat menyukai bidang tersebut. Meski begitu kami tetap
saling berhubungan dan berkomunikasi, entah itu lewat chat, telepon, sms, atau e-mail. Semuanya kami lakukan agar terus
berkomunikasi. Hingga pada suatu saat perasaan yang semula biasa saja menjadi
tumbuh dan berkembang..
Perasaan ini sebenarnya tidak
boleh aku ungkapkan atau keluarkan, sebisa mungkin aku menhan perasaan sayangku
kepada Riza. Aku menahan perasaanku terhadapnya karena aku merasa Riza tidak
akan memiliki perasaan yang sama denganku, lagipula Ia terkenal dengan sifatnya
yang dingin. Sudah dekat saja aku beruntung, aku tidak boleh mengharapkan sesuatu
lebih terhadapnya. Aku ingin hubungan persahabatan yang sudah berlangsung hampir
dua tahun ini terus berlanjut dan sebisa mungkin tak pernah terpisahkan. Maka aku
putuskan untuk menahan perasaan yang setiap hari semakin tumbuh ini.
Lalu pada suatu hari..
Perasaan itu tak dapat
tertahankan lagi ketika Riza mengatakan ia menyukaiku sangat. Mata ini [un tak
dapat terpejamkan. Riza mengatakan itu melalui pesan mungkin Ia terlalu malu
untuk mengatakannya, namun aku yang sangat tidak percaya berusaha untuk
memastikan jika perkataannya itu benar.
Aku bertanya, “Emang bener suka?”
Riza menjawab, “Iya, aneh ya?”
Aku hanya terdiam tanpa kata-kata
sejak ia mengatakan itu.
***
Setelah Riza mengungkapkan
perasaannya terhadapku, aku bingung harus berlaku apa. Aku pun tidak tahu
hubungan aku dengannya masih tetap sahabat atau lebih? Ia tidak pernah menyebut
soal pacaran, tetapi yang jelas ia sangat menyukaiku. Kemudian kami meneruskan
hubungan persahabatan yang lebih dari persahabatan ini tanpa status. Kami mulai
terbuka satu sama lain, aku sangat ingat makanan kesukaannya adalah martabak. Ia
selalu minta untuk dibelikan, tapi aku belum sempat untuk membelikannya. Kesukaan
Riza adalah martabak manis coklat kacang.
Hari-hari yang kurasakan sangat
manis saat itu, Riza ternyata sangat perhatian walaupun Ia tak terlalu
menunjukannya. Ketika aku pulang bekerja sangat larut malam, Ia menyempatkan
dirinya untuk menjemputku padahal aku tahu jarak dari rumahnya ke kantor itu
tidaklah dekat. Aku sangat senang karena dia yang perhatian.
Saat berboncengan dengan Riza,
aku sedikit memeluk pinggangnya. Namun aku hentikan karena takut Ia tidak menyukainya.
Ku lihat ke atas langit malam, langitnya begitu cerah tak terlihat satupun
bintang yang ku lihat hanyalah bulan purnama yang menerangi jalanku dan Riza
selama perjalanan.
Aku tidak tahu apa hubunganku
dengannya, namun aku senang bisa berdua di malam itu dengan seseorang yang aku
kagumi dan aku sayangi. Rasanya aku tidak akan bisa melupakan saat-saat itu.
***
Sayang kebahagiaanku dengannya
tidak berlangsung lama. Dia mulai menunjukan tingkah yang aneh saat dia mulai
naik semester di kampusnya. Aku tidak tahu mengapa, dia berubah sangat drastis.
Aku tidak bisa mencari tahu penyebabnya karena aku tidak mengenal teman-teman
di kampusnya. Aku tanya teman-teman yang dulu sekelas dengannya, namun mereka
menganggap Riza masih sama tidak ada yang berubah.
Iya, Riza memang masih sama
seperti yang dulu tetapi itu hanya di hadapan teman-temannya saja. Tetapi tidak
terhadapku. Kisah kami yang belum berjalan lama dan bahkan belum dimulai harus
berakhir. Caranya menjauhkanku dari hidupnya pun terbilang cukup kasar
menurutku. Segalanya berakhir, tak hanya perjalanan cinta kami tetapi hubungan
persahabatan kami pun terputus.
Kisah perjalanan cintaku dengan
Riza hanya berlangsung amat sebentar. Cinta kami bisa diibarakan seperti
sepotong martabak yang hanya bisa dinikmati dalam waktu sekejap saja tetapi
kenikmatan tersebut akan hilang seketika begitu kita terlalu menikmatinya.
Butuh waktu lebih dari dua tahun
untuk bisa melupakannya. Kini aku dan dia sudah bisa berkomunikasi seperti
sebelumnya dan menjadi sahabat lagi. Setiap malam aku selalu berusaha mengobrol
dengannya walaupun hanya melalui dunia maya. Aku masih saja selalu minta
pendapat darinya, padahal aku tahu itu tidak boleh dilakukan.
Persahabatan kami telah kembali,
tetapi tetap saja kini tak seperti lagi yang dulu, Riza membatasi komunikasinya
denganku dan begitu juga aku yang membatasi diri agar tak jatuh di lubang yang
sama.
Cinta tak semulus di FTV bukan?
0 comments
No Rude Words, Please ^^